japan fanfiction

Kamis, 19 Januari 2012

[FANFIC] After We Know Our Feelings (story 2)

Tittle: After We Know Our Feelings (Story 2 )
Author : Fukuzawa Saya x Kujyou Aoi
Type: Multichapter
Chapter : TWO
Genre: romance, friendship, school life
Fandom :JE
Starring : Chinen Yurii (HSJ), Arioka Daiki (HSJ), Nakajima Yuto (HSJ) , Suzuki Saifu (OC), Aoi Kujyou (OC) and some other  character
Disclaimer : I don`t own all character , I suer ..hahahaha…I love commend so please commend this story after you read , ne? thanks ^^ ~


“Baik otou-san wakatta”,kata Chinen pada ayahnya lalu menutup sambaungan telepon tersebut.

Chinen menatap ruangan di mana dia berada sekarang, ruang kerja ayahnya di perusahaan. Ayahnya yang memang sibuk itu sering sekali meminta Chinen mengerjakan beberapa pekerjaan ayahnya di perusahaannya sebagai salah satu latihan untuk Chinen mewarisi perusahaan ayahnya itu. Chinen mentap tumpukan dokumen yang harus di kerjakannya, dia menghela nafas panjang, membuka kacamata yang di kenakannya saat sedang bekerja seperti saat ini.

Menit berganti menit, Chinen hanya diam menatap ruangan besar yang di ruangan itu hanya ada dirinya saja, sendirian.

 Terkadang Chinen hidupnya salah, tak seharusnya murid kelas 3 SMA sepertinya malah sibuk mengurusi perusahaan, umumnya anak kelas 3 SMA seperti dia, hanya akan bermain setiap pulang sekolah lalu ikut bimbingan belajar untuk ujian, bukan sepertinya yang sangat sibuk khursus, les, sekolah, dan mengurusi perusahaan.

Bahkan di hari minggu pun Chinen terkadang sibuk dengan berbagai dokumen-dokumen perusahaan.

Chinen menghela nafas, sesaat kemudian dia teringat dengan Yuto yang tadi mengajak mereka berlima untuk main bersama, Chinen tak bisa bilang Yuto punya banyak waktu luang, karena tak Yuto, dirinya, Saifu, dan Daiki tak jauh berbeda.

Mereka anak tunggal, pewaris tunggal perusahaan orang tua mereka.

 Tak seperti Aoi  yang mungkin bisa lebih santai, karena dia tak di bebankan untuk menjadi pewaris perusahaan orang tuanya, karena dia mempunyai seorang kakak laki-laki yang sudah pasti akan di jadikan penerus perusahaan ayah Aoi.

Chinen mengambil iPadnya, mentap agenda hariannya.

Tak ada waktu senggang minggu ini.

“Ah . . hari sabtu minggu depan . .”, seru Chinen gembira.


“Aku pegal sekali, kenapa sih kita harus ikut khursus kayak gini?” keluh Daiki saat mereka berdua selesai dengan khursus kepribadian mereka.

Saifu juga sebenarnya capek sekali, tapi habis ini dia harus les bahasa inggris.

 Sekarang mereka berdua tengah menunggu jemputan mereka, sedangakan Daiki, ia akan ke perusahaan ayahnya untuk mengerjakan beberapa dokumen.

Tak berapa lama, sebuah mobil mewah berwarna hitam menghampiri mereka berdua yang tengah berdiri di depan pintu tempat khursus mereka, itu mobil jemputan Daiki.

“Jemputanmu datang Dai-chan”, seru Saifu

“Aku tunggu sampai kau di jemput”, kata Daiki santai

“Jangan . . lebih baik kau istirahat sebentar di mobilmu sebelum kau kerja lagi, aku tak akan apa-apa kok, kau kan gampang sakit Daichan! Sudah sana. . istirahat dulu sebentar sana . . “

“Tapi Fu . .”


“Dai-chan, sudah sana mobil jemputanku sudah dekat kok” baru selesai Saifu bicara, sebuah mobil berwarna putih yang tak kalah mewah dengan mobil Daiki datang, itu mobil Saifu.

“Tuh, lihatkan? Nah jangan lupa istirahat dan minum vitaminnya ya!” Saifu masuk ke dalam mobilnya sambil melambai ke arah Daiki yang tersenyum menatap Saifu yang berbeda di dalam mobil, melambai ke arah Daiki dari balik kaca mobil perlahan berjalan menjauh.

Daiki tersenyum menatap mobil Saifu yang tak terlihat lagi, temannya memang tak banyak.

Kebanyakan orang-orang mendekatinya karena dia kaya dan tampan, tapi tak begitu dengan Saifu, Yuto, Chinen, dan Aoi. Terlebih Saifu yang dia sudah kenal sejak mereka bayi, mereka tumbuh bersama hingga sekarang.

“Tuan muda” panggilan supir Daiki itu membuyarkan lamunannya, ia bergegas masuk ke dalam mobilnya.

 Lagi-lagi Daiki merasakan perasaan itu, perasaan kesepian yang sering ia rasakan, perasaan yang kadang membuatnya sesak.



 Nona Saifu, sehabis ini anda akan ke salon untuk  perawatan anda..”,seru sebuah suara dari monitor yang ada di dalam mobilnya, tentu saja itu suara dari managernya yang hampir setiap saat mengingatkan setiap kegiatan hariannya.

Saifu sudah sangat jengah dengan semuanya, seketika dia teringat dengan Yuto dan ajakannya untuk bermain bersama sepulang sekolah.

Namun dengan berat hati dia harus menolaknya karena harus mengikuti kursus kepribadian lalu, bahasa nggris , dan terakhir dia harus ke salon untuk menjaga penampilannya yang memang sudah tuntutan dari orang tua Saifu sendiri.

Tidak mungkin kan anak konglomerat seperti dia berpenampilan buruk?

Itu juga yang terkadang membuat Saifu hampir menyerah dan lari dari statusnya ini.
Tapi dia tak bisa mengecewakan orang tuanya, dia anak tunggal. Dan orang tuanya punya harapan yang besar pada dirinya.

Saifu menghela nafas, menatap jam tangannya yang menunjukan pukul setengah sembilan malam, dia sudah sangat lelah.

Dia menatap keluar jendela, beberapa remaja seusianya tengah bercanda bersama beberapa temn-temannya yang lain. Saifu terkadang iri dengan mereka yang tak pernah merasakan perasaan yang dia rasakan sekarang.

Kesepian.

Ya..Saifu merasa kesepian, dia hanya sendiri berada di dalam mobil mewahnya itu . Tak ada seorang pun yang mengajaknya mengobrol untuk menghilangkan kesepiannya.



“hai…dokumen yang itu sudah ada di meja Otou-san, hai…wakatta..”, Yuto menutup telponnya.

Menghela nafas panjang. Berfikir kapan dia akan punya hari libur dan pergi bersama keempat temannya.

Yuto mengambil secangkir teh yang di sediakan pembantunya di meja kecil kamarnya, Yuto duduk di sebuah sofa besar yang menghadap langsung ke jendela kamarnya yang menghadap langsung ke jalan raya itu, menatap kota yang penuh dengan cahaya lampu.

Yuto selalu takut dengan perasaan ini, perasaan kesepian yang selalu menghantuinya ketika dia sedang sendiri seperti sekarang.


Aoi terbaring dikasurnya, dia belum tidur.

Dia menatap langit-langit kamarnya, tak ada suara apapun yang keluar dari mulut gadis itu. Perasaan sepi menyelimuti dirinya, Aoi memejamkan matanya berharap pagi cepat datang dan dia bisa bertemu dengan teman-temannya di sekolah.

Bukan seperti sekarang, hanya sendiri di sebuah kamar mewah besar tanpa ada seorang pun yang menemaninya disini.


Minna ohayouuu ~…”, sapa Chinen saat dia masuk ke dalam kelasnya, keempat temannya sudah ada disana duduk bersama sambil berbincang-bincang .

Ohayou…”

Ano ne minna…aku tak tau kalian bisa atau tidak tapi,..” Chinen menggaruk kepalanya, nampak menimbang-nimbang .

Ada apa sih?”, Tanya Yuto penasaran.

Itu..”

Ya?”

Sabtu minggu depan apa kalian senggang? aku ingin kita berlima pergi ke Hawaii bersama, dou?”,Tanya Chinen.

Eh?”

Aku tau kalian sibuk dan aku mengatakannya mendadak . .tapi, kalau kalian bisa aku akan senang sekali ..”,kata Chinen lagi.

Yang lain langsung buru-buru mengecheck jadwal mereka.

Aku senggang ~!horeee…”, seru Aoi senang sesaat setelah dia melihat jadwalnya.

Chinen tersenyum ,”Yokatta kau bisa ikut..”,kata Chinen senang.

Dan entah kenapa wajah Aoi terasa panas melihat wajah Chinen yang tersenyum lembut itu.

Ah…iya..syukurlah..”, kata Aoi pelan sambil menunduk menyembunyikan wajah memerahnya.

“Yabai!!...aku harus ke kantor Otou-sama..”,keluh Daiki kesal.

Aku ada Shadou ..bagaimana ini??”, keluhan lain keluar dari mulut Yuto.

Aku harus ikut upacara minum teh..”, kata Saifu kecewa .

Chinen tertawa miris,” Sou ka..lain kali mungkin…”, kata Chinen dengan nada kecewa yang ketara sekali.

Mereka berempat tau Chinen kecewa.

Gomen ne…aku ingin sekali ikut tapi…”

“Daijobu Saifu..aku mengerti kok..”,kata Chinen sambil tersenyum simpul dan pura-pura sibuk dengan laptopnya.

Daiki, Yuto, Saifu dan Aoi saling pandang. Mereka menghela nafas panjang dan duduk di meja masing-masing. Mereka berfikir keras bgaiamanapun caranya, mereka berlima harus pergi bersama ke Hawaii.


“Aku duluan minna..mata ashita~..”, seru Yuto yang lansung buru-buru pergi begitu bel pulang berbunyi.

Daiki dan Saifu juga langsung melesat pergi, membuat Chinen menatap mereka dengan bingung. Apa mereka bertiga begitu dikejar waktunya sampai-sampai harus terburu-buru seperti itu?

Chinen mengedikan bahunya lalu membereskan barang-barangnya, menoleh ke belakang menatap Aoi yang juga tengah membereskan barang–barangnya.

Kau tak buru-buru pergi seperti mereka?”, tanya Chinen sambil menatap Aoi.

Ha?” , Aoi menggeleng ,”Sepertinya mereka punya rencana ..tadi mereka sempat menyuruhku mengatakan padamu..kata mereka Sabtu minggu depan mereka ikut ke Hawaii..”

“HA???”


Hari Sabtu

Bukannya kalian punya acara masing–masing?”, Tanya Chinen sambil menatap Saifu , Daiki dan Yuto yang tersenyum di hadapan Chinen, disamping mereka sudah ada beberapa koper yang akan mereka bawa ke Hawaii. Mereka sudah ada di bandara, dan mereka akan memakai peswat pribadi milik keluarga Chinen.


Aku sudah minta izin kok…”,kata Saifu berbohong, sebenarnya dia lari dari upacara minum teh yang harusnya dia ikuti hari ini.

Sou…lalu Daiki? Bukannnya kau harus pergi ke perusahaan ayahmu?”, Tanya Chinen yang kini menatap Daiki.

Daiki mengacungkan  jempolnya, “tenang saja, aku sudah mengerjakan semua yang harus kukerjakan di perusahaan..”, kata Daiki riang walau sebenarnya hari ini dia merasa tidak begitu sehat karena beberapa hari kemarin dia memaksakan dirinya untuk mengerjakan semua hal yang harusnya dikerjakannya hari ini.

Tapi ..Dai-chan, kau sedikit pucat ya..”, Saifu menatap Daiki dengan cemas.

Daiki tersenyum ,”Aku baik-baik saja Fu-chan..tenanglah..”, kata Daiki lembut.

Nah..lalu Yuto-kun..bukannya kau ada Shadou?”,Tanya Chinen.

Guru Shadouku kebetulan berhalangan hadir, jadi aku bisa ikut kalian..”,kata Yuto.

Chinen tersenyum lebar .”Yokatta na! semuanya bisa ikut, ne Aoi?”, kata Chinen sambil menatap Aoi yang berdiri disampingnya.

Aoi yang kaget melihat wajah tersenyum Chinen hanya mengangguk dan berkata “Ah..hai…”, dengan suara pelan.

Nah ayo…Hawaiii kami datanggg~~~~~~~`!!!” , seru Daiki dan Yuto bersemangat yang lainnya tertawa melihat Daiki dan Yuto yang terlihat sangat senang.

Uhh…pusing….”

Yuto terbangun mendengar erangan dari mulut Daiki yang duduk disampingnya di pesawat, mereka masih ada di dalam pesawat ke Hawaii.

“Dai-chan?”, Yuto menatap Daiki yang masih tidur dan berkeringat banyak, padahal AC pesawat ini lumayan dingin.

Yuto melihat sesuatu yang tak beres dengan Daiki, Yuto menatap teman-temannya yang lain, mereka semua masih tertidur.

“Dai-chan?..”, Yuto menempelkan tangannya dikepala Daiki,” Kau demam!, seru Yuto panic.

Sst…”, Daiki terbatuk,”Jangan berisik, nanti Saifu dengar….”,kata Daiki lemah.

Tapi kau demam Dai-chan…aku tak bawa obat”, kata Yuto sedikit berbisik tak ingin ada yang terbangun karena suaranya.

Daijobu, tidur juga pasti sembuh kok..uhuk…”, Daiki berusaha memejamkan matanya walaupun dia merasa sangat pusing.

Kau yakin Dai-chan? begitu kita sampai Hawaii aku akan mengantarmu ke dokter..”kata Yuto

Uhmm..”, gumam Daiki pelan lalu kembali tertidur.

Yuto tak bisa diam juga, dia mengambil sapu tangannya dan pergi ke toilet, kembali membawa saputangannya yang sudah dia basahi dengan air dingin.

Setidaknya menurunkan panasmu..”, kata Yuto sambil menaruh handuk tadi di dahi Daiki.



Ini kunci kamar kalian..Saifu dan Aoi satu kamar ya, aku satu kamar dengan Yuto dan Daiki..”, kata Chinen sambil meneyerahkan kunci kamar ke Saifu dan Aoi, mereka baru saja sampai di Hawaii beberapa jam lalu dan mereka langsung ke hotel, Chinen sudah memboking 2 kamar sebelumnya .

Hari ini istirahat dulu sampai siang, nanti sore kita jalan–jalan…kita hanya punya waktu 3 hari disini..”, terang Chinen

Un..wakatta..”, jawab yang lain bersamaan.

Anou, kalau begitu cepat istirahat saja..ikou  Dai-chan, Chinen..”,kata Yuto.

Chotto..”, Saifu menahan Yuto dan Daiki yang nampak sedikit aneh.

Ada apa Fu-chan?”, Tanya Yuto.

“Dai-chan…kau nampak sakit..”, kata Saifu sambil memandang cemas wajah Daiki yang memang terlihat pucat, walau panas badannya sudah sedikit menurun karena Yuto mengompresnya semalam.

Di..dia tak apa-apa kok Fu-chan!!jangan khawatir, dia hanya kelelahan “, kata Yuto, berusaha meyakinkan Saifu kalau Daiki tak apa-apa.

“Hontou ?”

Un…”, Daiki tersenyum kearah Saifu,”Jangan khawatirkan aku, ne?aku baik-bak saja…”,kata Daiki sambil mengusap pelan kepala Saifu ,”Nah..aku ke kamar ya..”, kata Daiki lalu berlalu pergi bersama Yuto dan Chinen yang melambaikan tangan ke arah Saifu dan Aoi sebelum akhirnya pergi.

Saifu sendiri masih menatap Daiki dengan cemas, dia merasa Daiki sedang sakit .

“Fu-chan, sudah yuuk ke kamar..”,ajak Aoi.

Eh..ah ya..”


“Daiki kau istirahat dulu saja..”,

Yuto baru saja menyelesaikan kata-katanya ketika mereka baru saja sampai di kamar mereka, Daiki yang sudah tak kuat menahan pusing dikepalanya jatuh pingsan, dan membuat Chinen dan Yuto panic.

“DAIKI!!”, seru Yuto dan Chinen panic.

Astaga..panas sekali..”, seru Chinen saat dia memegang dahi Daiki dengan telapak tangannya.

“Dai-chan..Dai-chan, daijoubu?”, kata Yuto sambil memapah Daiki ke kasur .

Jangan ..uhuk..bilang Fu kalau aku sakit..”, lirih Daiki pelan.

Eh??”

Aku hanya tak ..uhuk..ingin dia cemas..”, kata Daiki lagi.

Sekarang jangan pikirkan apapun Daiki, istirahatlah..aku akan panggil dokter..”, kata Chinen sambil menelpon staff hotel untuk di panggilkan dokter.


“Fu..kenapa gelisah gitu?”, Tanya Aoi yang bingung melihat Saifu tak tenang .

Aku cemas sama Dai-chan…”, gumam Saifu.

Sou ne..” , Aoi menatap Saifu,” Sebenarnya aku juga merasa Daiki sedang sakit, wajahnya tadi agak pucat, suaranya sedikit serak juga..”, gumam Aoi.

Ya kan?…aku cemas sekali, Daiki memang gampang sakit. Makanya aku cemas..”Saifu menatap Aoi,”Aku ingin memastikan, jadi..aku ingin ke kamar mereka..”

Aoi mengangguk-angguk,”baiklah..kutemani..”, kata Aoi

Aoi dan Saifu berjalan menuju kamar Yuto, Chinen  dan Daiki, tak jauh dari mereka seorang dokter dan seorang suster tengah berjalan kearah kamar yang juga tengah mereka tuju. Dan itu membuat Saifu semakin cemas saja.

Saifu melihat Dokter tadi masuk ke dalam kamar Yuto dan yang lainnya, Chinen yang membukakan pintu untuk dokter itu, dan tentu saja Chinen kaget melihat Saifu dan Aoi berjalan menghampirinya juga.

“Sa…Saifu, Aoi..kenapa kalian disini?”, Tanya Chinen gugup, sambil menutup pintu kamarnya dan kini mereka bertiga berbicara di depan pintu kamar Chinen.

Aku ingin bertemu Dai-chan..”, kata Saifu.

Eh..? tapi Daiki sedang tidur..”, kata Chinen berbohong, walau tak sepenuhnya berbohong juga karena toh Daiki memang sedang tertidur.

Siapa yang sakit?”, Tanya Aoi.

Saifu dan Aoi menatap Chinen menunggu jawabannya.

Eh?”

Biarkan aku masuk “, kata Saifu yang baru saja akan mencapai gagang pintu.

Jangan !”, cegah Chinen.

Saifu menatap Chinen,”Kenapa??”

Itu…”, Chinen berusaha memikirkan alasan yang tepat, namun lagi-lagi Saifu mencoba masuk

“Daiki..!!”, panggil Saifu begitu dia berhasil masuk ke dalam kamar.

“Saifu..!”, panggil Chinen masih berusaha mencegah Saifu melihat keadaan Daiki.

“Dai-chan??”, seru Saifu kaget begitu melihat Daiki terbaring di sebuah kasur, di sampingnya ada seorang dokter yang memeriksanya dan tak jauh dari dokter tersebut Yuto berdiri menuggu Dokter tersebut memeriksa Daiki.

“Saifu??”, kata Yuto kaget saat melihat Saifu.

“Dai-chan??!!”, seru Saifu yang langsung menghampiri Daiki yang setengah sadar itu,” Dai-chan? Daijobu ka??”, Tanya Saifu panic.

“Sa..ifu?”,Suara Daiki terdengar pelan dan lemah,”Kenapa disini?isti..uhuk…rahatlah..”, gumam Daiki lagi.

‘”Dai-chan baka!kau memaksakan diri lagi.”, kata Saifu.

Gomen…”, lirih Daiki dengan mata terpejam.

Baka…”, Saifu mengenggam tangan kiri Daiki ,”istirahatlah.., aku akan menjagamu disini..”, kata Saifu.

“Arigatou…”, gumam Daiki sampai akhirnya dia tertidur dengan tangannya yang terus balas mengenggam tangan Saifu yang mengenggam tangannnya erat.

Yuto dan Aoi tersenyum menatap Saifu dan Daiki, sedangkan Chinen tengah mengantar Dokter tadi, setelah Dokter tadi selesai memeriksa Daiki dan meninggalkan beberapa obat untuk Daiki minum.

Minna…sebaiknya kita makan siang dulu, aku akan pesankan bubur untuk Daiki nanti”, kata Chinen yang baru saja kembali ke kamarnya.

Aku tak lapar, kalian pergi saja…”, kata Saifu,”Lagi pula aku sudah janji akan menjaga Daiki..”,kata Saifu.

Sou ne..,baiklah.Aoi, Yuto ikou..”, kata Chinen,”Aku akan suruh staff hotel untuk membawakan bubur dan makanan untukmu Saifu”, kata Chinen lalu berlalu pergi.

Telpon aku kalau ada apa-apa ne ?”, kata Yuto.

Un..wakatta…”,

Dah Saifu, kami akan cepat kembali setelah selesai makan siang..”, kata Aoi lalu pergi dari ruangan itu meninggalkan Saifu dan Daiki berdua.

Saifu menatap wajah Daiki yang tertidur, mengelap keringat yang keluar dari badan Daiki dengan sapu tanganya,”Dai-chan baka..”, lirih Saifu.




To Be Continue…

Aneh banget nih part..ampun, bikin cerita gak pernah bener dah ahaahahahahahaahaha. Plese leave some commend minna after read our fanfict . :3

Jumat, 13 Januari 2012

[FANFIC] After We Know Our Feelings (story 1)


Title : After We Know Our Feelings (story 1 )
Chapter : One
Rating : PG
Author : Fukuzawa Saya & Kujyou Aoi
Idea : Fukuzawa Saya & Kujyou Aoi
Type : Multichapter
Genre : Romance Freindship, high school life
Fandom : JE
Starring : Chinen Yuri (HSJ), Arioka Daiki (HSJ), Nakajima Yuto (HSJ), Suzuki Saifu (OC), Miura Aoi (OC), and some other chapter.


“Lagi-lagi peringkat 2”, keluh seorang gadis berambut panjang sambil menatap sebuah papan pengumuman peringkat tengah semester itu.

“Aoi! Ohayou . . eh? Kenapa cemberut gitu?” seru seorang gadis berambut ikal panjang yang baru saja berada di sampingnya, perempuan bernama Aoi itu mendesah.

 “Saifu . . . aku ke kelas dulu ya” kata Aoi yang baru saja akan beranjak pergi namun lengannya langsung di tahan oleh Saifu.

“Chotto . . aku lihat peringkatku dulu”, Saifu menatap papan pengumuman itu.

“ Tidak naik ataupun turun, tetap peringkat 4” gumam Saifu pelan.

“Ah . . tetap peringkat 3”, seru seseorang di belakang Saifu & Aoi membuat mereka sontak menoleh ke belakang dan mendapat Nakajima Yuto berdiri lengkap dengan senyumnya yang biasa.

“Ohayou . .  Fu-chan, Aoi-chan”, sapa Yuto sambil tersenyum

“Ohayou”

“Ah Daiki, ohayou . . “, sapa Yuto saat melihat sosok Daiki berjalan mendekati mereka sambil menguap malas.

“Ohayou minna”, sapa Daiki, lalu menatap sekilas papan pengumuman itu “Peringkat 5, tak buruk juga”, kata Daiki malas.

“Oh Chinen, ohayou”, seru Saifu saat melihat sosok Chinen yang tengah berjalan ke arah mereka.

“Ohayou minna” serunya ramah.

“Ohayou”

Chinen melihat papan pengumuman sekilas, lalu menatap ke empat temannya. “Kenapa diam disini? Ayo ke kelas!”, kata Chinen.

“Baiklah, ikou!”, kata Daiki. Lalu mereka berlima berjalan beriringan menuju kelas mereka.



Mereka berlima memasuki ruang kelas yang bisa di bilang luas dan mewah, kelas itu memang hanya dihuni oleh mereka berlima, mereka anak dari 5 orang terkaya di negeri mereka, yaitu Jepang.

 Mereka berlima memang khusus di didik untuk menjadi penerus perusahaan masing-masing keluarga.

 Ruang kelas di isi oleh 5 bangku untuk mereka berlima ditambah 1 meja guru, papan tulis, dan tentu saja di setiap meja di sediakan 1 buah laptop.

 Mereka tak hanya kaya, tapi juga pintar.

 Terbukti dengan nilai ujian mereka yang selalu masuk lima tertinggi di sekolah mereka, yang memang termasuk sekolah elit di Jepang.

“Hari ini kelas bahasa perancis ya?”, tanya Yuto pada Daiki yang duduk di sebelahnya, Daiki yang setengah tertidur itu menopang wajahnya dengan tangannya hanya bergumam malas menjawab pertanyaan Yuto.

“Bicara apa sih kau Dai-chan?”, keluh Yuto lalu menatap Chinen yang tampaknya sibuk dengan iPadnya, lalu menatap Aoi yang tampaknya juga sibuk dengan laptopnya, Yuto mendesah.

 Mereka memang selalu sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Mereka memang teman sejak kecil, tapi toh mereka tak seakrab kelihatannya, karena mereka sendiri sibuk mempersiapkan diri mereka untuk menjadi pewaris perusahaan orang tua mereka yang tentu saja terus bersaing untuk menjadi perusahaan nomor satu.


“Yuto-kun, nande?”, tanya Saifu sambil tersenyum menatap Yuto membuat Yuto tersadar dari lamunannya.

“eh? Ah . . iie”

“Hontou ka?” tanya Saifu lagi

Yuto mengangguk, “ Ehm . . anou . . Saifu”

“Ehm?”

“Habis ini bahasa perancis kan?” tanya Yuto

Saifu terkekeh pelan, mengangguk. “Un, kukira kau gelisah kenapa”, kata Saifu sambil terkekeh.

 Yuto tersenyum menatap Saifu.

Gadis yang sejak dulu entah kenapa meninggalkan kesan tersendiri, sejak pertama kali mereka bertemu di acara pesta di rumahnya saat dia berumur enam tahun, dan kebetulan ketika itu Saifu juga ada di pesta itu, bukan hanya Saifu, tapi juga Daiki, Aoi, dan Chinen.

Pesta itu awal dari pertemuan mereka berlima, tapi tidak bagi Saifu dan Daiki yang memang sudah kenal dari mereka masih sangat kecil, karena mereka bertetangga.

Yuto ingat bagaimana dulu dia hanya bisa tersenyum sambil berdiri di samping ayahnya yang menyambut para tamu. Yuto ingat saat pertama kali melihat seorang gadis umur 6 tahun dengan gaun putih panjangnya selutut, juga bando berpita putih kecil yang sangat pas di kenakannya, gadis ini berdiri di samping Daiki Arioka. Dengan sikap protektifnya berdiri di samping Saifu sambil memegang lengan gadis itu.

“Hajimemashite, Saifu Suzuki desu” seru Saifu sambil tersenyum manis.

“Wah . . Suzuki-san, anak perempuanmu manis sekali, dan itu anak laki-lakimu?” tanya ayah Yuto sambil menunjuk Daiki

 Daiki menggeleng “Arioka Daiki desu, aku di minta ayahku datang kemari karena otou-san sepertinya akan sedikit telat”, kata Daiki tenang

“Oh, anak Arioka-san, dia memang sibuk sekali ya, ah ini anak ku Nakajima Yuto, Yuto perkenalkan dirimu!” perintah ayah Yuto

“ Ah, hai”, seru Yuto malu, terlebih lagi Saifu menatapnya sambil tersenyum.

“Aku Nakajima Yuto desu, yoroshiku”, seru Yuto malu-malu

“Yoroshiku Yuto-kun”, seru Saifu

“Yoroshiku”, kata Daiki pelan.


“YUTO!!” teriakan Daiki sontak membuat Yuto tersadar dari lamunannya, yang lain menatap mereka berdua sekilas, lalu sibuk kembali kepada pekerjaan mereka masing-masing.

“Eh? Kenapa Dai-chan?”, tanya Yuto bingung

“Kau aneh sekali habisnya, kenapa melamun?”, tanya Daiki. Yuto menatap Saifu yang sedang mengetik sesuatu di handphonenya sekilas, tersenyum, lalu menggeleng pelan.

“Tidak apa-apa kok”, kata Yuto singkat.

“Dasar aneh”,gumam Daiki pelan yang baru saja ingin melanjutkan tidurnya itu, namun guru bahasa perancis mereka sudah masuk kekelas, Daiki berdecak kesal, sedangkan yang lain nampak sudah siap menerima pelajaran hari ini. Yuto melirik Saifu lewat ekor matanya, lalu tersenyum menunduk.

“Mata ashita minna-san”, seru guru bahasa inggris yang mengajar jam terakhir di kelas.

“Mata ashita sensei’, seru yang lain bersamaan menjawab sapaan guru tersebut, lalu sibuk membereskanbarang mereka.
Yuto menatap teman-temannya yang nampak melihat jadwal mereka hari ini di iPad mereka, Yuto ingin mereka lebih dekat dan akrab, bukan hanya menjadi teman sejak kecil dan teman sekelas saja. Yuto ingin mereka berlima menjadi sahabat, Yuto tersenyum, lalu menatap teman-temannya yang baru saja akan beranjak meninggalkan kelas.

“Minna!”, seru Yuto, membuat empat orang temannya kini menatapnya bingung.

“Bagaimana kalau sekarang kita pergi, ke cafe atau ke manapun, main setelah pulang sekolah, bagaimana?”, tawar Yuto

“Eh?”

“Bagaimana?”, tanya Yuto lagi

“Gomen, aku harus les”, kata Aoi dengan wajah seakan meminta maaf pada yuto.

“Maaf ya, aku duluan aku hampir telat”, kata Aoi lalu bergegas pergi.

“Aoi . . chotto “, Yuto berusaha menahan Aoi, namun Aoi sudah berlari pergi.

“Aku juga tak bisa, aku harus ke perusahaan ayahku”, kata Chinen

“Lain kali mungkin, aku duluan”, kata Chinen lalu pergi meninggalkan kelas.

“Daiki?” Yuto menatap Daiki penuh dengan harap.

 Daiki menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu, “Aku sih mau saja tapi, aku ada les kepribadian bersama Saifu hari ini”

“Ah hai, gomen ne Yuto-kun, lain kali aku dan Daiki pasti ikut”, kata Saifu

Yuto tersenyum miris,”Baikilah . .”, gumam Yuto dengan nada yang kecewa. Saifu tersenyum, menepuk pundak Yuto, Yuto menatap Saifu yang tersenyum ke arahnya.

“Jangan sedih ne? Lain kali aku janji, tapi sebelumnya kita janjian dulu ya? Jangan mendadak seperti ini”, kata Saifu

“Un wakatta”, kata Yuto mengangguk

“Saifu ayo! Kita tak mau dapat omelan karena telat lagikan?”, kata Daiki sambil melihat jam di tangannya.

“Ayo!”, seru Daiki sambil menarik lengan saifu

“Mata ashita Yuto . . “, kata Saifu sambil berlalu pergi bersamaan Daiki yang masih memegang lengannya erat.

Yuto sendiri menatap siluet gadis yang perlahan hilang menjauh dari pandangannya bersama seorang pemuda yang menggenggem erat lengan gadis itu.

Tsuzuku ~
HAHAHAHAHAHAHAAAHAAH
CHINEN YURI KEREEEEEEEENNN
YAMADA RYOSUKE JUGA KEREEEEEEEEEEEENNNNNNNN....... ß si Aoi Kujyou histeris sendiri - -

Mari dikomen minna, kalo jelek bilang ajah yaa~ <3